Friday, March 7, 2014

CONTOH DOKUMEN AMDAL

ANALISIS DOKUMEN AMDAL KEGIATAN IZIN IUPHHK-HT DI AREAL TAMBAHAN
KABUPATEN PELALAWAN, SIAK DAN BENGKALIS PT. RAPP
Dokumen AMDAL Tahun 2004-2006
(SK Menteri Kehutanan No. S.143/Menhut-VI/2004 dan Kpts 326/VII/2006)
Khairunnazmi
A. Dokumen ANDAL 2004 dan 2006
Isi Dokumen ANDAL yang disusun pada tahun 2004 sama dengan ANDAL yang disusun pada Tahun 2006. Sehingga analisis yang dilakukan juga sama antara kedua dokumen tersebut.
1. Secara umum pada kedua dokumen ANDAL (2004 dan 2006) perlu dilakukan ploting lokasi kegiatan PT. RAPP di areal penambahan kedalam peta Rencana Tata Ruang Provinsi Riau (Perda No. 10 Tahun 1994) untuk melihat kecocokan fungsi/pemanfaatan lahan dengan kegiatan yang dilaksanakan PT. RAPP. (Tim penggugat harus memverifikasi kebenaran plot yg dilakukan konsultan amdal terhadap Peta tataruang riau) (TII: V1=Tidak boleh dilanjutkan penyusunan amdal jika terbukti tidak sesuai dengan tataruang provinsi, rujukan: PP 27 tahun 1999 tentang AMDAL) (V2: peta konsesi mereka di overlay/tumpang susun terhadap peta tataruang provinsi)
2. Bukti sosialisasi kegiatan pada masyarakat hanya berupa foto yang dilakukan di Desa Penyengat Kec. Sungai Apit Kabupaten Siak yang dihadiri oleh beberapa orang tanpa dilengkapi dengan BAP (Berita Acara Pertemuan) dan absensi peserta, sehingga tidak terlihat adanya proses konsultasi public dalam proses penyusunan AMDAL. Hal ini tidak mengakomodir Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000, tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : 2 Tahun 2000, tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL. (Hal IV-8 dan Lampiran). (KBH: sosialisasi cacat karena dilakukan di satu desa saja, dan tidak melampirkan absen dan berita acara)
Lampiran a. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011
Page 2 of 5
3. Sosialisasi kegiatan yang dilaksanakan tidak representatif karena tidak mewakili seluruh desa di wilayah studi. Hal ini tidak mengakomodir Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000, tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL. (Hal IV-8 dan Lampiran).
4. Dalam Dokumen ANDAL tidak terdapat/terlampir semua perizinan yang dimiliki. Seharusnya semua perizinan yang dimiliki harus dilampirkan pada dokumen sebagai syarat kelengkapan dokumen, sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : 2 Tahun 2000, tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL.
5. Biodata tim penyusun AMDAL tidak dimuat dalam lampiran dokumen ANDAL. Hal ini diperlukan untuk melihat bidang keilmuan dan relevansinya dengan kajian Amdal yang dilakukan serta sebagai syarat kelengkapan dokumen ANDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : 2 Tahun 2000, tentang Panduan Penilaian Dokumen Amdal).
6. Pada Metode studi Sosekbud tidak dijelaskan berapa jumlah dari masyarakat disetiap desa di wilayah studi yang dijadikan responden yang diwawancarai terkait kegiatan yang dilaksanakan PT. RAPP, untuk melihat keterwakilan masyarakat dalam proses AMDAL dan persepsi dari masyarakat. (Tabel III – 1, hal III-3). (rujukan: keputusan kepala bipedal no 56 tahun 1990) 30% dari jumlah penduduk. Dikaitkan dengan criteria penilaian dampak besar penting.
7. Terdapat tumpang tindih penguasaan lahan seluas 135.863,59 ha dan tidak ada bukti atau verifikasi dari penyelesaian permasalahan tumpang tindih lahan tersebut. (Hal IV-9). (nazmi: seharusnya ada surat yang menjelaskan telah terjadi penyelesai konflik lahan) rujukan keputusan mentri kehutanan (harus dicari tim penggugat)
8. Terdapat kubah gambut oligotropik yang terpengaruh air asin dengan ketebalan gambut lebih dari 2 m seluas 128.704 ha di blok Kampar dan kubah gambut oligotropik air tawar dengan kedalaman gambut lebih dari 2 m seluas 51.942 ha diblok Pulau Padang. Data ini diperoleh dari data sekunder yang perlu dilakukan kajian atau inventarisasi lahan gambut secara langsung di lapangan. (Tabel V-11, Hal V-25). (peneliti amdal tidak menjalankan metodologi dan analisis dengan tuntas tentang
Lampiran a. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011
Page 3 of 5
gambut). Acuan Kepmen LH no 5 tahun 2000 tentang panduan penyusunan amdal kegiatan pembangunan di daerah lahan basah.)
9. Plot/titik pengambilan sampel kualitas air permukaan tidak relevan dengan lokasi kegiatan PT. RAPP di Blok Kampar dan Blok Pulau Padang, karena salah satu titik pengambilan sampel dilakukan di Muara Sungai Siak dan Hulu Sungai Siak yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan yang dilaksanakan PT. RAPP di Blok Kampar dan Blok Pulau Padang. (Lampiran).
10. (menurut Nazmi: Lokasi pengambilan sampel kualitas air permukaan tidak representatif, seharusnya diambil dibagian hulu dan hilir pada sungai-sungai yang terdapat di lokasi kegiatan untuk menggambarkan wilayah persebaran dampak yang terjadi pada kualitas air. (Lampiran) (seharusnya bukan pada hulu sungai siak atau muara sungai siak tetapi sungai-sungai yang ada pada SK 327) saran: tim penggugat silahkan inventarisir sungai-sungai yang belum diteliti oleh tim tim peneliti amdal, sehurusnya juga ada sampling di tasik metas dan tasik putri puyuh dipulau padang)
11. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan pada tahap prakonstruksi dan kontruksi berpotensi menimbulkan dampak negatif pada komponen sosial, yaitu munculnya konflik sosial. Kegiatan tersebut antara lain : 1)Permasalahan Lahan pada tahap prakonstruksi. 2) Penataan batas luar pada tahap konstruksi. 3) Pembukaan wilayah hutan pada tahap konstruksi. 4) Pembuatan kanal dan saluran drainase pada tahap konstruksi
Dampak munculnya konflik sosial ini tidak dijadikan sebagai dampak besar dan penting yang harus dikelola dan dipantau, sehingga jika terjadi konflik sosial tidak ada acuan dalam pengelolaan dan pemantauannya.
B. Khusus Dokumen ANDAL Tahun 2006.
1. Dalam Surat Keputusan Bupati Kabupaten Pelalawan No. 522/DISHUT/801, tanggal 12 Juni 2005 Tentang Rekomendasi Penambahan/Perluasan Areal Kerja IUPHHK-HT atas nama PT. RAPP pada point C. Ditegaskan Areal yang kedalaman gambut > 3 meter agar dilakukan enclave. Artinya seluruh areal dilokasi kegiatan yang mempunyai kedalaman gambut > 3 meter harus dienclave. (Lampiran) (greenpeace: overlay peta wetland (?) dengan peta konsesi sehingga akan terlihat berapa luas seharusnya dienclave) (nazmi: peneliti menggunakan klasifikasi kedalaman gambut lebih dari 2 meter bukan klasifikasi kedalaman lebih dari 3 meter. Karana mengguna peta acuan “satuan lahan dan tanah” yang dicari
Lampiran a. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011
Page 4 of 5
oleh raflis dan diserahkan kepada LBH/KBH). (seharusnya menampilkan dan meng-overlay peta sebaran gambut yang akan disediakan oleh coordinator Jikalahari)
2. Pada daftar hadir Rapat Penilaian Dokumen ANDAL, RKL dan RPL Kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Tanaman (IUPHHK-HT) di areal tambahan Kabupaten Pelalawan, Siak dan Bengkalis atas nama PT. RAPP tanggal 20 Oktober 2004 di kantor Bapedal Provinsi Riau, hanya dihadiri oleh wakil masyarakat Sei Apit dan Pulau Muda. Hal ini tidak mewakili seluruh desa/kecamatan yang ada di wilayah studi. (Lampiran)
3. Daftar hadir tersebut diatas dimuat pada lampiran Dokumen ANDAL tahun 2006, bukan pada Dokumen ANDAL 2004. (menurut nazmi: daftar hadir tahun 2004 digunakan lagi pada amadal tahun 2006, seharusnya daftar hadir tahun 2006 ini membuktikan bahwa mereka tidak melakukan pertemuan lagi di tahun 2006).
4. Hasil analisis kualitas air permukaan dan plankton pada dokumen ANDAL 2006 memakai data hasil analisis pada dokumen ANDAL 2004. Hal ini tidak relevan/mewakili kondisi rona lingkungan pada tahun 2006. (Lampiran)
Masukan tambahan:
• Menggunakan rujukan reverensi dari sebuah keputusan yang sudah tidak berlaku maka termasuk dalam kejahatan/mal administrasi pelayan public sehingga melanggar uu ombudsman dan uu pelayanan public nomer akan dicarikan scale up)
Rekomendasi dari diskusi ini:
Lampiran a. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011
Page 5 of 5
1. Bahan analisis dokumen amdal oleh Susanto kurniawan dan Khairunazmi diserahkan kepada tim penggugat untuk dijadikan bahan penyusunan berkas gugatan
2. Dokumen amdal (Andal, RKL, RPL) dititipkan Jikalahari kepada Tim penggugat.
3. Tim penggugat adalah LSM dan Jaringan LSM dan Jaringan masyarakat
4. Kuasa hukum adalah KBH dan LBH dengan principal 1 dan principal 2.
5. Prinsipal 1 adalah Masyarakat (citizen law suit)
6. Prinsipal 2 adalah Walhi (legal standing)
7. indicator kemenangan proses penggugatan: 1) Cabut SK 327 dan menyerahakan pengelolaan kepada masyarakat 2) Kalah
8. Perkiraan biaya principal 1.
9. Perkiraan biaya principal 2.
Gugatan
Tergugat
Kompetensi Gugatan
citizen law suit
Menhut, Gubernur Riau
PN Pelalawan
legal standing
Menhut, Gubernur Riau, RAPP, Konsultan Amdal (PT. Widya Cipta Buana di Bandung
PN Pekanbaru
10. Penyusunan anggaran oleh Kuasa hokum dan akan dipresentasikan di depan Tim Penggugat pada Jumat 9 Mei 20011 kirim via email
11. Diselenggarakan pertemuan penyusunan Tim support gugatan di Walhi tanggal 16 Mei 2011, Pukul 10.00 wib.
Sekian, 06 Mei 2011
Pimpinan Rapat : Suryadi
Notulensi: Fadil Nandila
Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011
1 | P a g e
ANALISIS ANDAL Kpts 326/VII/2006
KONSESI PT RAPP SK 327/MENHUT-II/2009
Susanto Kurniawan
1. Dalam SK 522/Ekbang/3310 yang menjadi konsideran dalam SK Menhut 327/Menhut-II/2009 tentang Perubahan ketiga Kepmenhut No. 130/KPTS-II/1993 tentang Pemberian HPHTI kepada PT RAPP, pasal 1 areal yang direkomendasikan kepada PT Nusa Prima Manunggal tumpang tindih dengan beberapa areal perkebunan, HTI dan HPH dan pasal 6, berdasatkan hal tersebut Gubernur Riau mendukung perubahan rekomendasi dengan persyaratan diantaranya :
1. Menteri Kehutanan harus terlebih dahulu mengadendum SK HPH yang tumpang tindih sebelum memberikan persetujuan prinsip; dan
2. Melaksanakan perubahan status dari non kawasan hutan menjadi HP Tetap.
Sesuai dengan Kepmenhut 10.1/Kpts-II/2000 Pasal 3 ayat 1 “Areal hutan yang dapat dimohon untuk usaha hutan tanaman adalah areal yang kosong didalam kawasan hutan produksi dan atau areal hutan yang akan dialih fungsikan menjadi kawasan hutan produksi serta tidak dibebani hak-hak lain”.
Pada Pasal 1 dan 2 dalam SK 522/Ekbang/3310 tersebut dinyatakan juga bahwa kawasan yang diajukan permohonan tumpang tindih terhadap peruntukan kawasan lindung dan lainnya dalam Perda 10/1994.
PP No.27/1999 tentang AMDAL Pasal 16 ayat 4 “Instansi yang bertanggung jawab wajib menolak kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila rencana lokasi dilaksanakannya usaha dan/atau kegiatan terletak dalam kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan” yang dimana dalam penjelasannya Yang dimaksud dengan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat I , dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II.
2. Dalam SK Menhut 327/Menhut-II/2009 tentang Perubahan ketiga Kepmenhut No. 130/KPTS-II/1993 tentang Pemberian HPHTI kepada PT RAPP, dalam point MEMPERHATIKAN tidak menggunakan Keputusan Gubernur Riau No Kpts 326/VII/2006 dan masih menggunakan Keputusan Gubernur Riau No. Kpts 667/XI/2004 11 November 2004 tentang kelayakan lingkungan kegiatan IUPHHK-HT di areal tambahan Kabupaten Pelalawan, Siak, dan Bengkalis oleh PT RAPP.
Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011
2 | P a g e
PP No. 27/1999 tentang AMDAL Pasal 24 ayat 1 “Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan dinyatakan kadaluwarsa atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini, apabila rencana usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak ditertibkannya keputusan kelayakan tersebut. Selanjutnya Pasal 2 “Apabila keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka untuk melaksanakan rencana usaha dan/atau kegiatannya, pemrakarasa wajib mengajukan kembali permohonan persetujuan atas analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup kepada instansi yang bertanggung jawab”.
Keputusan Gubernur Riau No Kpts 326/VII/2006 tentang Kelayakan Lingkungan Kegiatan IUPHHK-HT di areal tambahan Kab. Pelalawan, Siak dan Bengkalis oleh PT RAPP, pada penetapan kedelapan “ Dengan dikeluarkannya keputusan ini, maka keputusan Gubernur Riau No. 667/XI/2004 dinyatakan tidak berlaku lagi”
3. Bab I Hal I-1 …..Pengelolaan hutan Indonesia saat ini mengacu pada paradigma baru yang menitikberatkan pengeloaan hutan bersama masyarakat dan untuk kesejahterakan masyarakat baik yang ada didalam maupun diluar hutan.
4. Batas wilayah studi diareal pencadangan sesuai dengan Surat menteri Kehutanan No. S.143/Menhut-VI/2004 29 April 2004 seluas 215.790 ha, dimana batas social dan batas administrasi wilayah studi di 3 kabupaten (Pelalawan, Siak dan Bengkalis) hanya 5 desa atau 3 kecamatan saja, yakni :
1. Desa Pulau Muda (Kec. Teluk Meranti - Pelalawan)
2. Desa Gambut Mutiara (Kec. Teluk Meranti)
3. Desa Penyengat (Kec. Sungai Apit – Siak)
4. Desa Tanjung Kulim (Kec. Merbau – Bengkalis)
5. Desa Kurau (Kec. Merbau)
Jika dilihat dari representasi berdasarkan luasan dan desa yang berada dalam rencana penambahan areal belum representative dan dibuktikan ketidaktahuan masyarakat desa sekitar areal tambahan terhadap rencana PT RAPP dengn konsesi barunya ini.
5. Hal V-43 dan V-44 Potensi tegakan
PP 34/2002 Pasal 30 ayat 3 (PP yang masih berlaku dan dijadikan acuan saat itu) “Usaha pemanfaatan hasil hutan pada hutan tanaman, dilaksanakan pada lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar dihutan produksi” dan ayat 4 “Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Menteri”. Atau ;
Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011
3 | P a g e
PP 6/2007 Pasal 30 ayat 3 “Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI, dilakukan pada hutan produksi yang tidak produktif. Dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.18/Menhut-II/2004 Pasal 3 ayat 2 point (a) “Hutan produksi yang tidak produktif adalah areal hutan produksi yang penutupan vegetasinya sangat jarang/kosong berupa semak belukar, perladangan, alang-alang dan tanah kosong dengan kriteria teknis sebagai berikut :
1. Pohon inti yang berdiameter 20 (dua puluh) cm kurang dari 25 (dua puluh lima) batang/setiap hektar.
2. Pohon induk kurang dari 10 (sepuluh) batang/setiap hektar.
3. Permudaan alamnya kurang, yaitu :
a) Anakan alam tingkat semai (seedling) kurang dari 1.000 (seribu) batang setiap hektar, dan atau
b) Pohon dalam tingkat pancang kurang dari 240 (dua ratus empat puluh) batang setiap hektar, dan atau
c) Pohon dalam tingkat tiang (poles) kurang dari 75 (tujuh puluh lima) batang setiap hektar.
Pada Hal V-43 dan V-44, pada Blok Kuala Kampar rata-rata kerapatan pada tingkat semai adalah 4.673,27 batang/ha dan di Blok Pulau Padang adalah 5.670,09 batang/ha. Sementara yang diboleh dari aturan yang ada hanya < 1.000 batang/ha.
Tingkat Pancang di Blok Kuala Kampar, 1.159,08 batang/ha dan Blok Pulau Padang 896,92 batang/ha sementara yang diperbolehkan hanya 240 batang/ha.
Tingkat Tiang di Blok Kuala Kampar, 211,26 batang/ha dan Blok Pulau Padang 166,91 batang/ha sementara yang diperbolehkan hanya 75 batang/ha.
Pada Hal V-44 dan V-45 terhadap potensi tegakan,
Blok Kuala Kampar :
Untuk semua jenis pohon diameter lebih atau sama dengan 30 cm sebesar 9,15 m3 (N = 4,44 btg/ha) dan untuk pohon diameter lebih atau sama dengan 20 cm sebesar 18,19 m3/ha (N = 28,03 btg/ha)
Blok Pulau Padang
Untuk semua jenis pohon diameter lebih atau sama dengan 30 cm sebesar 7,85 m3 (N = 3,90 btg/ha) dan untuk pohon diameter lebih atau sama dengan 20 cm sebesar 15,54 m3/ha (N = 27,90 btg/ha)
Dari hasil penelitian ANDAL tersebut, jika disandingkan dengan aturan yang ada dimana Pohon inti yang berdiameter 20 (dua puluh) cm kurang dari 25 batang/ hektar, maka jelas menyalahi dari aturan yang telah ada.
Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011
4 | P a g e
Selanjutnya Kepmenhut 10.1/Kpts-II/2000 Pasal 3 ayat (2) “Penutupan vegetasi berupa non hutan (semak belukar, padang alang-alang, dan tanah kosong) atau areal bekas tebangan yang kondisinya rusak dengan potensi kayu bulat berdiameter 10 Cm untuk semua jenis kayu dengan kubikasi tidak lebih dari 5 m3 per hektar. – Jelas dari fakta diatas masing-masing lebih dari 5 m3 / ha.
6. Hal V-48 Jenis Tumbuhan yang dilindungi didasarkan pada Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.692/Kpts-II/1998.
Berdasarkan Kepmenhut ini, dalam Pasal 1 “Larangan penebangan pohon-pohon yang dilindungi di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Pertanian nomor 54/Kpts/Um/2/1972 jo Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 261/Kpts-IV/1990 tidak berlaku sepanjang penebangan tersebut dilakukan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, proyek transmigrasi, kegiatan usaha budidaya perkebunan dan pertanian, kecuali terhadap pohon Tengkawang”
Selain dari keperluan diatas, maka tidak diperbolehkan menebang pohon-pohon yang dilindungi sebagaimana yang terdapat pada Blok Kuala Kampar dan Blok Pulau Padang, yakni : arang-arang (Diospyros sp.), Durian Burung (Durio carinatus), Jelutung (Dyera costulata), Kempas (Koompassia excels) dan Ramin (Gonystylus bancanus).
Khusus untuk Ramin, berdasarkan Kepmenhut No. 127/Kpts-V/2001 tentang Penghentian sementara kegiatan penebangan dan perdagangan ramin, pada Pasal 1 “Menghentikan sementara (moratorium) seluruh kegiatan penebangan jenis ramin (Gonystylus spp) diseluruh kawasan hutan tetap, dikawasan hutan yang dapat dikonversi dan hutan hak”.
7. Hal. IV-11 disebutkan berdasarkan analisis peruntukan lahan, dari areal tambahan seluas 215.790 ha diperoleh areal efektif tanaman pokok seluas 126.990 ha, sedangkan alokasi tanaman kehidupan seluas 13.574 ha dan tanaman unggulan setempat seluas 10.628 ha. Selanjutnya disebutkan pada hal IV-4 tanaman kehidupan di Blok Kuala Kampar seluas 12.330 ha dan tanaman unggulan setempat seluas 9.080 ha serta pada Blok Pulau Padang Tanaman Kehidupan seluas 1.244 ha dan tanaman unggulan setempat 1.548 ha.
Fakta yang kemudian muncul, tanaman kehidupan hanya seluas 5.000 ha dan tidak terdistribusi terhadap dua blok ini dan sementara tanaman unggulan setempat belum jelas luasan rencananya.
8. Pada hal. IV.13 disebutkan penyiapan lahan secara garis besar meliputi kegiatan:
1. Imas/Tebas yaitu pemotongan pohon diameter < 10 cm dengan parang atau kampak
Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011
5 | P a g e
2. Tumbang/rencek yaitu penebangan pohon diameter > 10 cm dengan chainsaw
3. Perun yaitu pembersihan lahan dari sisa-sisa rencek.
Tidak dijelaskan lebih lanjut terhadap penebangan pohon diameter > 20 cm dan diatas > 30 cm. Selanjutnya dalam dokumen juga disebutkan bahwa penyiapan lahan dilakukan secara hati-hati mengingat kondisi lahan yang berupa gambut.
Fakta dilapangan, dominan yang digunakan dalam kegiatan adalah adalah alat berat yang bekerja dalam penyiapan lahan.
9. Pada Hal IV.16 dalam Tabel IV.16 Rencana Pelaksanaan Penyiapan lahan areal IUPHHKHT PT RAPP, dimulai pada 2005 s/d 2018 sementara AMDAL baru dibahas dan kemudian disetujui oleh Gubernur Riau kembali pada 6 Juli 2006 sehingga jika kegiatan benar telah terjadi pada kegiatan tersebut adalah TIDAK SAH DILAKUKAN.
Selanjutnya dalam tabel dari dokumen ANDAL ini memperlihatkan 2005 s/d 2011 baik pada Blok Kuala Kampar dan Blok Pulau Padang tidak dilakukan Penanaman dan hanya Penyiapan Lahan. Penanaman baru dimulai pada daur kedua yakni dimulai pada 2012 s/d 2018. Artinya setelah dua daur baru PT RAPP menghasilkan acacia crassicarpa nya. Harusnya sebagaimana yang dibuat pada daur kedua bahwa penyiapan lahan bisa juga diikuti dengan upaya penanaman.
10. Pada Hal IV.17 Tabel IV-7 tentang Rencana Pengadaan Bibit per Tahun pada areal Tambahan, dalam kolom keterangannya disebutkan sesuai dengan RKT 21.598 ha/tahun. Sebagaimana dipahami RKT/BK UPHHKHT keluar setelah IUPHHKHT dikeluarkan. Syarat mendapatkan IUPHHKHT setelah ada pencadangan areal oleh Menteri Kehutanan adalah melaksanakan penyusunan AMDAL. Dan dalam penyusunan AMDAL belum bisa RKT dikeluarkan.
11. Pada Hal IV.17 Tabel IV-7 tentang Rencana Pengadaan Bibit per Tahun pada areal Tambahan, dalam kolom keterangannya juga disebutkan pengkayaan tanaman kehidupan seluas 13.574 ha akan dilaksanakan pada RKT I s/d VII dengan 1.939 ha/tahun. Faktanya, sampai saat ini tanaman kehidupan tidak berjalan.
12. Pada Hal IV-18, Areal penanaman IUPHHKHT untuk tanamana pokok direncanakan seluas 126.990 ha yang akan disesuaikan dalam 7 tahun sesuai dengan daur tanaman, dengan jenis tanaman yang akan ditanam acacia crassicarpa , yang dimulai pada tahun 2005.
Ada 2 hal yang bermasalah disini :
1. AMDAL baru dibahas dan selanjutnya disahkan pada 2006, sedangkan rencana penanaman pada 2005. Sebelum IUPHHK-HT dan RKT/BK
Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011
6 | P a g e
UPHHKHT keluar, maka tidak boleh ada konversi yang terjadi karena pentahapan yang dilakukan dalam dokumen ini adalah dengan dimulai penyiapan lahan dan baru pembibitan dan penanaman. AMDAL merupakan salah satu syarat keluarnya IUPHHKHT termasuk addendum dari SK yang sebelumnya telah ada. Berdasarkan dokumen ANDAL bahwa penanaman termasuk dalam tahapan konstruksi.
2. Ada ketidaksesuaian antara pernyataan bahwa penanaman akan dimulai pada tahun 2005 dengan tabel IV.6 hal IV.16 bahwa penanaman baru dimulai pada 2012.
13. Pada Hal IV-22 dalam Tabel IV.9 Rencana Pembinaan Masyarakat Desa Hutan di areal Tambahan – Tidak Implementatif
14. Hal V-21 pada Tabel V-9 Fungsi Hutan di areal tambahan PT RAPP mengalami tumpang tindih dengan RTRWP Perda 10/1994 – Termasuk terdapat Kawasan Lindung (SM). Ini semakin mempertegas point 1 dari analisis ANDAL ini. PP No.27/1999 tentang AMDAL Pasal 16 ayat 4 “Instansi yang bertanggung jawab wajib menolak kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila rencana lokasi dilaksanakannya usaha dan/atau kegiatan terletak dalam kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan” yang dimana dalam penjelasannya Yang dimaksud dengan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat I , dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II.
15. Hal V-24 Berdasarkan Peta Satuan lahan dan tanah lembar Siak dan Tanjung Pinang serta Lembar Bengkalis, ketebalan gambut antara 0,5-2 m. Kenapa tidak memakai peta analisis yang mereka lakukan??
Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011
7 | P a g e
Begitu pula dengan hal V-31 ketebalan gambut disebutkan umumnya kurang dari 2,5 m dan sedikit yang 2,5 – 5 meter…Mohon di cek dengan survey gambut yang dilakukan PT RAPP.
16. Hal V-24 Pada Tabel V-10 Penutupan Lahan Areal Tambahan PT RAPP berdasarkan RTRWP Riau, dimana disebutkan tidak ada hutan primer di 2 blok (Kuala Kampar dan Pulau Padang), namun dalam peta V-6 terdapat hutan primer.
17. Dalam PP 34/2002 Pasal 47 ayat 6 “BUMN, BUMD dan BUMS pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu selain melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (4) dan ayat (5), juga wajib melakukan kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterimanya izin” selanjutnya pada Ayat 7 “Bentuk kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6) dapat berupa:
a. penyertaan saham;
b. kerjasama usaha pada segmen kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan
18. Hampir semua data yang digunakan pada tahun 2002.
-------------------------------0000------------------------------------

0 comments:

Post a Comment

Electrical Art © 2008 Template by:
SkinCorner